Rabu, 07 November 2007

Batu Alam pun Punya 'Grade'

DALAM khazanah batu mulia, jenis batu permata dibedakan menjadi dua. Pertama, batu permata premium yang disebut precious colour stone. Di lapis tertinggi ini meliputi rubi, mirah, jamrud (emerald), safir, dan mata kucing (ukurannya sebesar mata kucing). Ciri khas batu premium adalah tingkat kekerasaannya yang mendekati berlian. Di lapis bawahnya ada intan, giok, amatis (kecubung), topas, pirus, jaspis, akik yang dikenal dengan semiprecious colour stone. "Yang biasanya dijadikan investasi hanya kelas batu permata premium," kata A.B.Susanto.

Boleh dikata, harga batu permata premium nyaris semahal berlian. Menurut Susanto, ahli batu mulia yang juga Chairman The Jakarta Consulting Group, batu permata nomor wahid yang asli dan berkualitas tinggi dipasarkan seharga berkisar Rp50 juta hingga miliaran rupiah per biji. "Batu emerald satu butir saja bisa mencapai Rp2 miliar," tambahnya.

Tinggi-rendahnya harga batu mulia ditentukan kualitas kristalnya, warna yang dipancarkan (muda atau tua), cacat atau tidak, clarity atau kejernihan kilau, serta keistimewaannya. Misalnya, batu safir atau mirah, harus dilihat permukaannya: ada bintangnya atau tidak. Di batu mata kucing, ada garis (inden) yang terlihat bila kena cahaya, dan garis inilah yang membuat harganya lebih mahal.

Sebagai instrumen investasi, batu permata premium ini mampu menghasilkan return memuaskan. "Berdasarkan pengalaman saya, return-nya bisa lima kali lipat dalam beberapa tahun," kata Sainal D., Direktur Pengelola PT Jaya Adinusa Utama. Simak pula pengalaman Susanto yang pernah membeli safir seharga Rp 50 juta dan dilepas ke temannya Rp 200 juta, atau naik empat kali lipat dalam tiga tahun.

Kendati demikian, gains investasi batu permata tidak bisa diharapkan pasti. "Untungnya belum tentu gila-gilaan karena sifatnya juga untung-untungan. Kalau ada yang suka bisa ditawar tinggi, kalau tidak ya sebaliknya," ujarnya.

Memang betul, tidak ada patokan baku standar internasional harga batu permata premium laiknya berlian. Alhasil, harga yang tercipta bersifat subjektif. Selain unsur personal lebih dominan, pasar sekunder batu permata juga kurang likuid. Ini dikarenakan ceruk pasarnya agak segmentatif. n DBS/M-1

http://www.lampungpost.com/cetak/berita.php?id=2007102602083216

Tidak ada komentar: